FIAT JUSTICIA ET PEREAT MUNDUS

18 Februari 2008

Menanti Polisi Indonesia yang Bermartabat?

Polisi adalah salah satu alat kelengkapan negara kita. Mereka bertugas menjaga keamanan dan ketertiban umum. Abdi Negara, Pengayom Masyarakat itulah motto mereka. Tapi parahnya sebagian oknum polisi lebih senang menjadi pemerkosa hak rakyat dibanding mengayominya.
Saya sempat geli melihat berita di sebuah koran nasional hari ini. Ada seorang pemuda yang dicokok oleh para reserse karena dianggap sebagai bandar narkoba. Bahkan ia sempat dipukuli oleh para reserse di depan ibu kandungnya. Masalah tidak berhenti di situ. Di Mapolres ia kembali dihajar habis-habisan dan dijebloskan ke sel selama berhari-hari. Belakangan diketahui bahwa yang menjadi bandar narkoba sebenarnya adalah teman pemuda itu dan ia samasekali tidak ada sangkut pautnya dengan aktivitas temannya itu. Ia akhirnya dibebaskan dengan menyandang trauma psikologis. Miris rasanya melihat dan mendengar polisi kita malah menyiksa rakyat.
Ada seorang sopir taksi, masih dalam berita itu juga yang mengajukan pendapat yang unik dan polos tentang polisi. "Mungkin kalau polisi tidak ada, rakyat akan lebih tenteram". Kenapa bisa muncul komentar seperti itu? Contoh di atas tadi agaknya bisa dijadikan alasan. Hal lain karena latar belakang si sopir tadi yang punya pengalaman buruk ketika berurusan dengan polisi.
Ada lagi cerita polisi yang menjadi beking orang-orang besar yang biasanya bermain di bisnis hitam. Sebutannya hopeng atau hao peng yang artinya 'sahabat dekat'. Ya sahabat dekat. Karena peran hopeng itulah mereka bisa bebas menjalankan bisnis mereka dan bila ada masalah tinggal telepon dan masalah pun beres. Tentang hal beking ini tidak disangkal oleh para pejabat Polri. Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri bahkan membenarkan adanya hal itu secara terang-terangan.
Polisi bertindak tidak berdasarkan aturan yang harusnya ia tegakkan? Agaknya itu betul. Saya pernah ditilang di Jalan Raya Magelang karena melanggar lampu merah. Saya akui saya salah tapi si polantas malah memanfaatkan kesalahan saya untuk minta uang "damai". Saya sempat minta agar diberikan resi tilang dan diurus di pengadilan tapi ia menolak dan meminta saya membayar Rp 50000. Wow! Ada lagi ketika teman saya melanggar marka jalan di Jln. Jend. Soedirman, Jakarta, si polantas tanpa basa-basi memberikan price list seperti di rumah makan. Di situ tertulis berapa "denda" yang harus dibayar bila melanggar dan tentunya akan masuk ke kantongnya sendiri.
Tindakan oknum-oknum ini tampaknya membuat Kapolri gerah. Beliau sempat memberi briefing kepada 800-an reserse se-Indonesia selama beberapa hari. Agaknya ini menjadi salah satu usaha untuk mengubah citra polisi. Citra polisi sebenarnya sempat membaik saat berhasil mengungkap kasus-kasus besar seperti terorisme, narkoba, dan sebagainya. Hal ini patut diacungi jempol tapi harus diingat jangan sampai prestasi itu membuat polisi lupa daratan. Prestasi itu harus ditingkatkan lagi dan profesionalisme personil harus ditingkatkan. Ini penting agar dapat menjalankan motto "Abdi Negara, Pengayom Masyarakat" dengan baik.

Tidak ada komentar: