FIAT JUSTICIA ET PEREAT MUNDUS

25 Maret 2008

Menyoal RUUK DIY dan Keistimewaan JOGJA












Awal tahun ini suhu politik mulai memanas. Tidak saja karena pemilu 2009 yang ada di depan mata tapi juga karena polemik soal RUUK DIY yang tak kunjung jelas nasibnya. RUU itu sebenarnya sudah diajukan sejak lama namun pembahasannya oleh DPR selalu tertunda.
Hal ini diperumit dengan pidato Sultan Jogja, Sri Sultan Hamengkubuwono X, yang menyatakan tidak berminat lagi memimpin DIY. Hal ini langsung menyulut polemik di masyarakat. Banyak rakyat menilai status keistimewaan DIY berakhir bila Sultan lengser dari kursi gubernur. Namun tak sedikit pula yang berpendapat bahwa pidato Sultan hanya sebagai manuver politik untuk "memaksa" pemerintah mengesahkan RUUK DIY.
Di tubuh Dewan pun terjadi perpecahan. Ada yang ingin status istimewa Jogja dipertahankan dengan menetapkan Sultan HB X dan Sri Paku Alam IX sebagai gubernur dan wagub DIY. Ada pula yang ingin dilakukan mekanisme pilkada.
Vox populii, vox Dei. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Rakyat Jogja makin solid mendukung penetapan Sri Sultan HB X sebagai gubernur dan Sri paku Alam IX sebagai wakilnya demi melestarikan status Jogja sebagai daerah istimewa. Anggota dewan yang menolak penetapan pun mulai diam. Sebaliknya anggota dewan yang pro dengan status keistimewaan Jogja mulai mengambil ancang-ancang untuk menggalang dukungan rakyat.
Sejarah mencatat status istimewa bagi Jogja diberikan sebagai hadiah atas jasa kota itu dalam masa Revolusi Fisik. Kesultanan Jogja di bawah pimpinan Sri Sultan HB IX adalah kerajaan pertama yang mengakui berdirinya RI dan menyatakan tunduk kepada NKRI. Bahkan Sultan HB IX secara sukarela mengeluarkan uang kas kesultanan untuk membiayai perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Sultan Jogja pula yang merencanakan Serangan Oemoem 1 Maret yang dilakukan oleh TNI yang berhasil menguasai kota selama 6 jam serta membuat politik luar negeri Belanda gagal total dan terpaksa bersedia kembali ke meja perundingan. Kota Jogja pun pernah menjadi ibukota negara RI dari tahun 1946-1948.
Sebagai balas jasa, pemerintah saat itu menerbitkan peraturan tentang pemberian status daerah istimewa kepada Jogja. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa Sultan adalah kepala daerah dan dijabat secara turun-temurun. Jadi dalam peraturan ini tidak ada mekanisme pemilihan.
Agaknya pemerintah harus segera menyelesaikan masalah ini agar tidak berlarut-larut. Perlu diingat pula bahwa masa jabatan gubernur Jogja akan berakhir pada pertengahan tahun ini. Saatnya pemerintah menunjukkan citranya sebagai pengemban amanat rakyat.

BERAS DUNIA NAIK, PETANI TERCEKIK

Harga beras dunia naik hingga menembus level 700 dollar AS per ton! Tentunya hal ini adalah hal yang membahagiakan bagi pedagang besar dan pemerintah. Namun tidak bagi petani. Kenapa?
Penyebabnya karena harga gabah lokal turun sebagai akibat melimpahnya produksi gabah petani. Situasi ini kian membuat petani terpuruk dan makin miskin. Pasalnya harga pembelian dari pemerintah tak sebanding dengan biaya produksi dan harga pasar. Muncul wacana dari Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia, Adi Sasono, untuk mengekspor beras ke luar negeri untuk menekan dan menyalurkan gabah petani agar tidak terlalu memenuhi dalam negeri sekaligus untung meraup untung dari naiknya harga beras dunia. "Momentum kenaikan harus bisa dimanfaatkan oleh Indonesia untuk meningkatkan perekonomian", kata Adi Sasono. Petani Indonesia tidak dapat menikmati kenaikan pangan dunia karena menurut Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia, Abdul Wahid, "Ketidakmampuan pemerintah menetapkan kebijakan yang tepat".
Suara petani pun tak pernah didengar pemerintah. Hal ini berakibat timbulnya salah perhitungan di pihak pemerintah sehingga merugikan petani. Hal ini tentunya sangat disesalkan oleh banyak pihak. Seperti dalam kasus impor gula misalnya. Kebijakan Departemen Pertanian untuk mendorong pemaksimalan produksi tebu, dikalahkan kebijakan impor gula dari Departemen Perdagangan. Padahal petani tebu sudah "teriak-teriak" bahwa 110.000 ton gula dalam negeri masih mampu dicukupi oleh gula lokal. Dewan Gula pun "terpaksa" mengingkari keputusannya sendiri untuk tidak mengimpor gula dengan meluluskan impor gula sebanyak 110.000 ton itu.
Saat ini pemerintah dituntut untuk segera mengeluarkan kebijakan pertanian sehubungan dengan kenaikan harga pangan dunia. Tentunya ini semata-mata demi kesejahteraan petani dan peningkatan ekonomi Indonesia.


18 Maret 2008

JALAN RUSAK dan PEMIDANAAN GUBERNUR


Sudah jadi rahasia umum bahwa jalan-jalan di jakarta rusak parah. Hampir seperti kubangan kerbau. Bahkan, kerusakan jalan ini telah merenggut korban jiwa. Data dari Polda Metro Jaya juga mendukung pernyataan tersebut.
Di tengah cercaan masyarakat, Bang Foke, gubernur jakarta adem ayem saja di singgasananya. Tampaknya Bang Foke tidak begitu peduli dengan rusaknya jalanan ibu kota walaupun sudah menimbulkan korban jiwa. Dia terus saja berkilah bahwa anggaran untuk memperbaiki jalan itu belum turun sehingga jalan yang rusak itu belum akan diperbaiki.
Masyarakat yang mulai gerah dengan tindakan diam gubernur, mulai melempar wacana. Mereka mengancam akan melaporkan gubernur ke polisi dengan tuduhan kelalaian yang menyebabkan matinya orang. Langkah berani ini sebetulnya bukan tanpa alasan. Sudah puluhan orang meregang nyawa karena jalan rusak ibu kota dan lalainya gubernur sebagai orang yang memiliki kuasa penuh atas ibukota menjadi penguat tuntutan mereka.
Ternyata gertak sambal ini sedikit berhasil. Bang Foke segera memerintahkan bawahannya untuk memperbaiki jalan yang rusak. Dananya diambil dari dana alokasi umum DKI Jakarta.
Walaupun hanya ditambal secara sederhana dan darurat itu sudah cukup untuk meminimalisir dampak yang lebih parah. Namun, masyarakat masih belum puas. Mereka menuntut agar seluruh jalan diperbaiki sehingga menjadi laik menjadi sedia kala. Apalagi jakarta adalah ibu kota negara RI. malu dong kalo jalanannya rusak parah. iya gak, bang!

3 Maret 2008

curhat dikit ah


Pagi ini saya baru saja kembali dari jakarta kotanya Bang Foke. Niatnya sih mau bantu adik-adik kelas mempersiapkan diri buat tes PTN sekalian mau coba peruntungan merebut hati seorang wanita.
Tapi apa lacur? Misi saya yang pertama tidak berjalan lancar. Mental mereka ternyata masih sangat lemah. Perlu digenjot dan digembleng lagi. Ah sudahlah yang penting saya sudah coba bantu.
Misi kedua. Sebenarnya ga pengen saya ceritain tapi okelah saya ceritain. Saya berangkat ke jakarta dengan semangat dan hasrat menggebu-gebu untuk merebut hati seorang wanita yang tak lain adalah adik kelas saya. Saya sudah membelikan beberapa barang buat oleh-oleh. Sampai disana langsung saya atur untuk ketemu dia. Tapi.....deg.... Ternyata dia sudah balikan lagi dengan pacarnya yang dulu. Padahal kabar yang saya dengar dia baru aja putus dan lagi jomblo. Jadilah oleh-oleh itu saya berikan tanpa makna dan tanpa banyak bicara. Hati sudah terlanjur sakit. Akhirnya saya batalkan misi kedua.

MISSION FAILED.........RETURN TO BASE.....

RETURN TO JOGJA......ZERO RESULT

GEMPAR BLBI

"Tidak ditemukan unsur tindak pidana dalam kasus ini. Dengan demikian kasus ini dihentikan". Begitu kurang lebih kata JAMPIDSUS, Kemas Yahya Rahman soal kasus BLBI yang melibatkan Sjamsul Nursalim dan Anthony Salim. Yah kasus itu berakhir antiklimaks.
Sebenarnya banyak masyarakat menanti-nanti akhir kasus yang merugikan negara trilyunan rupiah itu. Banyak yang berharap para pengemplang itu dijatuhi hukuman setimpal dengan perbuatannya. Tapi nyatanya Kejakgung menyipulkan bahwa tidak ada tindak pidana dalam kasus itu.
Kasus itu berawal ketika kedua orang itu diperintahkan untuk menyerahkan aset-asetnya sebagai ganti uang negara yang mereka "rampok" untuk selanjutnya dijual oleh negara. Tapi nyatanya aset-aset itu hanya dihargai separuh dari target bahkan ada yang jauh dari target. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa aset yang mereka serahkan sebenarnya sudah tidak ada harganya.
Pemerintah hendaknya tidak menghentikan kasus ini dan menyelidiki lebih lanjut. Jangan berhenti di tengah jalan.